Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menjatuhkan hukuman selama 3.5 tahun penjara pada Ghilman Omar Harridi (20 tahun) karena menempelkan bendera ISIS dan juga karton yang isinya ancaman teror di pagar Kepolisian Sektor Kebayoran Lama. Disebutkan juga, perbuatan tersebut dilakukan Ghilman karena dendam kepada aparat keamanan yang telah menangkap orang-orang yang memiliki paham agama sama dengan dirinya.
Akan Lakukan Banding
Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan oleh Hilman pada tanggal 3 Juli 2017 tersebut sesuai dengan unsur pidana yakni pasal 7 UU 1/2003 terkait Pemberantasan Terorisme.
“Unsur di mana sengaja melakukan teror untuk menimbulkan ketakutan secara luas terpenuhi sudah. Tak ditemukan alasan penghapus dan juga pembenar,” ungkap Ratmoho, ketua majelis hakim, hari ini, Senin (26/3) seperti dilansir dari BBC Indonesia.
Ghilman sendiri mengatakan bahwa ia tak terima dengan keputusan tersebut. “Hukum thoghut,” ucapnya secara singkat saat ditanyai oleh wartawan seusai menjalani sidang dan ketika dirinya berjalan ke ruang tahanan dengan kawalan yang ketat dari personel Densus Antiteror 88. Karena tidak terima dengab pernyataan tersebut ia mengaku bahwa dirinya akan melakukan banding.
Sebaliknya, tim jaksa menganggap hukuman tersebut terlalu ringan karena slot gratis mereka sebelumnya menuntut 5 tahun penjara. Oleh sebab itu, tim jaksa penuntut umum juga menyatakan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk mengajukan banding juga. Terdakwa dan juga jaksa mempunyai waktu 7 hari untuk mengajukan banding sebelum putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Hakim Ratmoho juga berkata bahwa Ghilman mempersiapkan perbuatannya dengan latihan mental dan fisik.
Tanggal 3 Juli 2017, kira-kira jam 2.30 WIB, Ghilman mengendarai motornya ke Polsek Kebayoran Lama. Sesampainya di sana, Ghilman disebut menemukan kantor polisi yang mana sepi tanpa adanya penjagaan. Lalu ia menempelkan bendera ISIS tersebut dan juga kertas karton yang ada tulisannya ancaman pada polisi kemudian ia segera kabur.
“Di tengah jalan ia membuang pelat nomor. Ia lalu beraktifitas biasa,” ungkap hakim Ratmoho. Akhirnya Ghilman ditangkap oleh polisi tanggal 7 Juli 2017. Merujuk hasil pemeriksaan laboratorium, lanjut hakim, pada bendera ISIS dan juga karton tersebut terdapa sidik jari Ghilman.
Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya Ghilman adalah pelaku teror tunggal (leno wolf) yang tak berhubungan dengan jejaring teror. Dan dari pemetaan kepolisian, secara aktif Ghilman bersinggungan dengan terorisme sejak tahun 2015, saat ia bergabung ke grup perbincangan Khilafah Islamiyah di aplikasi telegram. Ghilman pun disebut membeli buku karangan pemimpin Jamaah Ansharut Daulah, Aman Abdurrahman.
Saat ini Aman masih menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena dugaan mengarsiteki paling tidak 5 aksi teror yang ada di Indonesia sejak tahun 2014, 2 di antaranya yakni Bom Thamrin tahun 2015 dan juga Bom Gereja Samarinda tahun 2016.
Ghilman sendiri juga pernah berbaiat ISIS pada pertengahan tahun 2017 dengan teks yang mana diperoleh dari grup telegram Khilafah Islamiyah. Ghilman pasalnya membuat sendiri bendera ISIS dan juga surat ancaman yang ditujukan kepada Polsek Kebayoran Lama. Bendera hitam dengan lambang ISIS tersebut lalu dipasang di depan Kantor Polsek Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada hari Selasa (4/7) subuh-subuh. Polisi juga menemukan pesan dengan nada ancaman yang mana ditulis di atas kertas karton.
Kasus ini akan berkembang karena Ghilman menuntut banding atas putusan hakim.